I Quit Social Media
Media sosial itu beragam dan banyak bentuknya. Saya memang gak punya semua media sosial, tapi pernah memiliki akun di beberapa platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, LinkedIn, Steller, VSCO, dan Blogger. Mungkin anak 90an familiar dengan Friendster? Ya, saya juga pernah berada di sana. Setelah itu, tidak lama Facebook menyusul diikuti oleh Twitter dan yang lainnya. Saya pun mulai beralih ke platform yang baru untuk mengikuti perkembangan jaman.
Sebagai wadah bersosialisai secara virtual, saya jadi bisa ngobrol dengan siapa saja dan kapan saja, bertukar kabar melalui pesan, foto, dan video tanpa harus ketemuan. Tidak hanya itu, sosial media juga bisa jadi sarana berbagi informasi, edukasi, bahkan promosi.
Itu baru hal positifnya. Lalu apa hal negatifnya?
Banyak. Dari penyebaran misinformasi atau hoax hingga penipuan.
Namun, itu bukan alasan saya menghapus beberapa akun media sosial. Sudah sekitar 5 bulanan (dari postingan ini ditulis) saya deactive akun Instagram, Twitter, dan Snapchat. Saya juga sudah lebih lama menghapus akun Facebook. Memang sudah dari lama saya gak posting apa pun di feeds Instagram, dan hanya sesekali post Insta story jika diberikan sesuatu oleh teman (sebagai ucapan terima kasih). Begitu juga Snapchat yang memiliki fitur berbagi foto dan video. Sesekali saya masih melakukan aktivitas di Twitter. Meskipun sedikit aktivitas yang terlihat oleh orang lain di media sosial saya, namun selebihnya saya lebih sering melihat-lihat saja. Aktivitas itu pun tanpa saya sadari bisa dilakukan berjam-jam. Hingga akhirnya saya merasa kewalahan dengan apa yang saya lakukan. Saya berpikir, sepertinya social media isn't my thing, and not for me.
Memang apa yang saya lihat dari media sosial?
Mungkin sama dengan isi media sosial kalian. Hanya saja saya gak bisa menanggapinya secara positif dan pikiran tenang. Tentunya itu merubah diri saya menjadi versi yang tidak lebih baik. Saya gak bisa terus-terusan jadi orang yang a person who knows it all padahal gak ngerti-ngerti banget, gak supportive sama pencapaian teman (iri), menjadikan hidup jadi ajang perlombaan, membandingkan diri sendiri dengan orang lain, berharap dipuji orang lain, memaksakan sesuatu untuk menyetarakan diri dengan orang lain, terburu-buru, pamer, merasa jadi orang paling baik atau buruk karena apa yang saya lihat di media sosial, dan masih banyak lagi hingga itu jadi beban pikiran dan boomerang untuk saya sendiri.
Akhirnya saya memutuskan deactive (entah selamanya atau hanya sementara) dari beberapa media sosial. Beberapa lagi mungkin masih aktif namun sudah gak saya gunakan. Sementara hanya LinkedIn yang masih saya gunakan karena kebutuhan edukasi dan peluang karir. Mungkin saya akan kembali ke media sosial jika benar-benar dibutuhkan.
Memang belum sepenuhnya pulih, tapi saya merasa jauh lebih baik dan sehat secara fisik dan mental. Banyak yang saya jadikan pelajaran bahwa semua orang bebas mengekspresikan dirinya di media sosial, tapi gak semuanya harus kita ikuti dan capai sekarang. Ini soal waktu, gak ada yang lebih baik atau lebih buruk selama kita mau berusaha.
"Adulthood is weird, and it makes you feel like you're a failure when you aren't. It should be about finding your own timeline, not comparing yours to anyone else's'."
(Emily Merrill)
Comments
Post a Comment